Inilah Pedoman Praktis Untuk Memantau Perkembangan Kecerdasan Anak Berdasarkan Usia


Inilah Pedoman Untuk Memantau Perkembangan Kecerdasan Anak Berdasarkan Usia. Apakah si Upik yang sudah pandai bicara dan berhitung di usia 2 tahun bisa dibilang anak cerdas? Bagaimana dengan anak yang telah lancar membaca di usia 4 tahun, layakkah disebut cerdas?

Inteligensi yang tinggi seringkali dikaitkan dengan orang yang punya kemampuan secerdas Albert Einstein. Padahal, hingga saat ini belum ada ahli yang bisa merumuskan definisi kecerdasan dengan tepat.


Meski belum ada definisi pasti mengenai kecerdasan, menurut psikolog Roslina Verauli, M.Psi, secara umum kecerdasan merupakan kapasitas yang dimiliki individu sehingga memungkinkan ia untuk belajar, bernalar, dan memecahkan masalah serta melakukan tugas-tugas kognitif tingkat tinggi lainnya.


Apa saja tugas-tugas kognitif tingkat tinggi itu? "Kemampuan berbahasa, daya ingat yang baik, mampu memecahkan masalah, serta kemampuan berpikir kritis atau menalar," kata psikolog yang akrab disapa Vera ini.


Tentu saja, kecerdasan pada bayi usia di atas lima tahun tidak sama dengan kecerdasan pada balita. Pada usia bayi, kecerdasannya masih seputar perkembangan kemampuan motorik dan bahasa. Sedangkan pada usia balita, kemampuan ini berkembang menjadi kemampuan motorik kasar, motorik halus, bahasa, hingga kemampuan personal dan sosial. Bila anak menunjukkan kemampuan yang melebihi anak seusianya, dapat dikatakan ia memiliki kapasitas belajar yang baik alias cerdas.

Kecerdasan pada anak bisa dideteksi sejak dini, bahkan sejak ia baru lahir. Untuk mengukurnya, orangtua perlu memahami status perkembangan yang normal pada bayi dan balita. Misalnya saja pada usia 6 bulan, bayi seharusnya mampu belajar duduk dan bisa memegang benda kecil atau makan kue yang diberikan.

Atau anak usia dua tahun seharusnya sudah mulai berkomunikasi dengan kata-kata, serta penuh rasa ingin tahu. "Orangtua harus peka dan bisa mendeteksi sejauh mana perkembangan kemampuan anaknya. Kalau ada keterlambatan, langsung diwaspadai apakah tumbuh kembangnya terhambat atau memang orangtua kurang menstimulasi," kata Vera.

Sebagai pedoman, ada beberapa tahap perkembangan yang dianggap normal dalam arti sudah bisa dikuasai oleh anak pada usia tertentu.

Inilah Pedoman Praktis Untuk Memantau Perkembangan Kecerdasan Anak Berdasarkan Usia

Ilustrasi: Kecerdasan pada bayi usia di atas lima tahun tidak sama dengan kecerdasan pada balita. Pada usia bayi, kecerdasannya masih seputar perkembangan kemampuan motorik dan bahasa. Sedangkan pada usia balita, kemampuan ini berkembang menjadi kemampuan motorik kasar, motorik halus, bahasa, hingga kemampuan personal dan sosial. Bila anak menunjukkan kemampuan yang melebihi anak seusianya, dapat dikatakan ia memiliki kapasitas belajar yang baik alias cerdas. (foto: tbo)


0-3 bulan:

Hanya menampilkan respons refleks atas stimulus. Bahasa yang dikuasai hanyalah berupa tangisan.

4 bulan:

Mulai memiliki kontrol atas tubuhnya sendiri dan menunjukkan awal mula kemampuan motorik halus. Mulai mampu merespons secara sosial dengan senyuman dan bunyi-bunyian.

6 bulan:

Mulai belajar duduk dan merangkak. Sudah memiliki kemampuan mengontrol gerakan tangan sehingga mampu memegang benda kecil atau makan kue yang diberikan. Bahkan sudah memiliki kemampuan koordinasi mata dan tangan untuk menggapai benda.

9 bulan:

Sudah mulai mampu menggunakan jari jemarinya untuk makan sendiri. Mulai mencoba merangkak dan berdiri. Mencoba menggunakan kata atau suku kata sederhana.

12 bulan (tahun pertama):

Terlihat perkembangan yang cukup pesat pada anak dan ia mulai menunjukkan kemampuan menguasai berbagai hal.

Tahun ke-2:

Mulai independent, senang mengeksplorasi, penuh rasa ingin tahu, mencoba berbagai kemampuan baru, berkomunikasi dengan kata-kata, mencoba memahami sebab-akibat melalui kemampuan motorik, dan menguasai proses belajar dalam arti yang sesungguhnya.

Tahun ke-3:

Anak sudah menunjukkan penguasaan yang jauh lebih baik pada berbagai alat untuk belajar, seperti bahasa, ingatan, kemampuan motor, dan perasaan tentang dirinya sendiri.

Tahun ke-4 dan ke-5:

Kemampuan belajar anak jauh lebih berkembang sehingga memungkinkan ia menerima proses belajar secara formal.

Pola belajar yang diterapkan pada anak usia dini tidaklah sama dengan pola belajar pada anak usia sekolah dasar ke atas. Salah satu strategi pengajarannya adalah melalui pendidikan karakter secara holistik.

Hal itu diutarakan oleh Halimah, seorang pemerhati pendidikan anak usia dini (PAUD) di Gresik, Jawa Timur. Halimah mengatakan, pola pendidikan tersebut melibatkan tiga aspek, yaitu mengetahui, mencintai, dan melakukan kebajikan pada anak-anak usia dini.

Menurut Halimah, program pendidikan pada anak usia dini menyangkut kemampuan tenaga pendidik. Tenaga pendidik merupakan sumber belajar dalam memahami pola belajar dan melaksanakan kegiatan belajar-mengajar.

Halimah menambahkan, semua aspek perkembangan kecerdasan anak, baik motorik kasar, motorik halus, kemampuan non-fisik, maupun kemampuan spiritualnya dapat berkembang secara pesat apabila memperoleh stimulasi lingkungan secara cukup.

"Perkembangan yang terjadi pada usia dini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya," kata Halimah, yang juga mengasuh TK Mahkota di Gresik.

Kecerdasan anak bukan hanya satu, namun banyak. Untuk mengetahui kecerdasan yang dimiliki setiap anak, kini dapat menggunakan metode baru. Yakni multiple intelligences research (MIR).

Hal ini diungkapkan Munif Chatib, penulis buku Sekolahnya Manusia, dalam seminar pendidikan nasional yang digelar di Graha Gading Karang. Menurutnya, MIR memiliki kegunaan dalam akademik. Yakni menjadi pedoman bagi guru untuk melihat kecenderungan kecerdasan siswa sehingga dapat disesuaikan gaya mengajar guru.


Lalu, MIR juga dapat digunakan untuk pembagian kelas sesuai dengan kecenderungan kecerdasan. "Metode ini juga dapat digunakan sebagai data riwayat kecerdasan setiap siswa pada riset berikutnya dan untuk memilih jurusan di perguruan tinggi," terangnya.

Selain untuk pengajar, MIR juga sangat berguna untuk orang tua. Yakni sebagai katalisator, sebagai pemantik kreativitas anak. Lalu fasilitator, yakni sebagai sumber informasi untuk orang tua dan anak tentang kebiasaan yang perlu dikembangkan. "MIR juga dapat mempercepat anak menemukan kondisi akhir terbaiknya," lanjutnya.

Dalam seminar yang dibuka langsung oleh Wali Kota Bandarlampung Eddy Sutrisno tersebut, Munif mengatakan setiap anak juga memiliki learning style berbeda. Oleh sebab itu, baik guru maupun orang tua di rumah harus memiliki teaching style. ’’Sederhana saja, cukup pahami gaya belajar anak,’’ katanya. Sebab, memahami cara belajar anak menjadi pintu pembuka bagi pengajar untuk memberikan pembelajaran pada anak.

Pengetahuan learning style anak juga dapat diketahui melalui MIR. Sekelompok anak yang memiliki learning style yang sama akan terkumpul dalam satu kelompok dengan metode ini. Di hadapan para pengajar dan orang tua murid yang hadir, Munif menjelaskan proses terbaik untuk memberikan pelajaran pada anak. Yakni belajar yang berkualitas dan menyenangkan untuk semua kondisi. "Sebanyak 30 persen guru mengajar dan 70 persen siswa belajar," terangnya.

Sebab, sekolah cukup berperan sebagai agen pengubah kondisi siswanya dari kondisi negatif menjadi positif. Sekolah yang baik, lanjut Munif, merupakan sekolah yang mengaitkan materi belajar dengan kehidupan nyata sehari-hari. Sehingga siswa tidak hanya belajar dari konsep-konsep abstrak, tapi pembelajaran yang langsung diaplikasikan.

Selain Munif, dalam seminar ini yang dihelat oleh Lazuardi Haura, Global International School (GIS) ini juga menghadirkan Any Nurhayaty, seorang dosen dan psikolog. Ia menjelaskan, berbagai faktor memengaruhi perkembangan anak. Yakni faktor genetik, lingkungan, serta internal yang meliputi keluarga, teman sebaya, sekolah, dan pengalaman hidup.


Selain pemaparan dari dua pemateri tersebut, dalam acara ini juga dimeriahkan penampilan anak-anak dari sekolah ini. Seperti suguhan tarian, pertunjukan alat musik, dan penampilan para siswa SD dalam olahraga taekwondo.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kesehatan (50) Fisikologi Anak (37) Ibu dan Buah Hati (36) Rahasia Pria (33) Pasangan Hidup (31) Fisikologi (30) Anak (29) Agama (28) Tips dan Triks (28) Karyawan (25) Puasa Dan Lebaran (25) Ramuan Herbal (25) Kehamilan (23) Filosofi (21) Orang Tua (20) Penyakit (20) Rahasia Wanita (20) Beauty (19) Rahasia Tubuh (19) Produk (18) Suami Isteri (17) Tips and Trick (17) Health (16) Insomnia (16) Pendidikan (16) Pendidikan Anak (15) Rumah Tangga (15) Gaya Hidup (14) Lifestyle (14) Mitos dan Fakta (13) Tekhnologi Untuk Anak (13) Bahasa Tubuh (12) Budaya (12) Kasih Sayang (12) Kecerdasan Anak (12) Friendships (11) Kecantikan (11) No Smoking (11) Remaja (11) Diet (10) Kehidupan (10) Masalah Tidur Pada Anak (10) Autisme (9) Breast Bancer (9) Kesehatan Anak (9) Beauty Products (8) Makanan (8) Dating (7) Fashions (7) Kesehatan Wanita (7) Kesehatan Gigi (7) Moral (7) Beauty Recipes (6) Facebook (6) Hukum Islam (6) Kartu Kredit (6) Perawatan Rambut (6) Pernikahan (6) Perselingkuhan (6) Jewelry (5) Kesehatan Kulit (5) Pengobatan (5) Bayi Prematur (4) Breast Feeding (4) Fenomena (4) Keamanan (4) Products (4) Therapy (4) Wedding (4) Baby Gift (3) Baby games (3) Inner Beauty (3) Kejahatan (3) Multivitamin (3) Online Dating (3) Pendidikan Keluarga (3) Rezeki (3) Seluk Beluk Payudara (3) Seni Bercinta (3) Tekhnologi (3) Baby Names (2) Internet Marketing (2) Kanker Payudara (2) Kesehatan Telinga (2) Nasionalisme (2) Natural Beauty (2) Para Penguasa (2) Penyakit Jantung (2) Seksologi (2) Selebritis (2) Sleep (2) Teroris (2) Tontonan Anak (2) Alergi (1) Cancer (1) Demam Berdarah (1) Diabetes (1) Indonesia (1) Kenangan (1) Kesehatan Mata (1) Lung Cancer (1) Natural Product (1) Party (1) Penyakit Maag (1) SEO (1) Science (1) Seluk Beluk Ciuman (1) Seluk Beluk Vagina (1) Wa (1) m (1)