Sanksi Pukulan Merupakan Sepenggal Tindakan Yang Terikat Banyak Syarat


Sanksi Pukulan Merupakan Sepenggal Tindakan Yang Terikat Banyak Syarat - Perselisihan pendapat mengenai penerapan sanksi pukulan kepada anak telah menempatkan para orangtua, guru, dan pendidik pada satu posisi dilematis. Padahal, sanksi pukulan hanyalah bagian kecil dari berbagai cara penerapan tindak hukuman, bukan segala-galanya. Orangtua yang memiliki pandangan bahwa hukuman hanya terbatas pada pukulan, berarti telah menghapus usaha-usaha pembinaan anak-anaknya. 

Tak sedikit kalangan yang mengatakan bahwa pukulan adalah tindakan terakhir yang penggunaannya sangat dibatasi. Dalam buku At-Tadris wa Ash-Shihhah An-Nafsiyyah, DR. Umar Basyir Ath-Thuwaibi menyatakan, “Hukuman adalah gerbang terakhir dalam proses pembinaan. Sesungguhnya, tindakan kita menghukum seorang anak kecil dengan pukulan adalah bukti kegagalan kita sebagai manusia dewasa dalam memilih cara tepat untuk membina.”

Kendati demikian, sanksi pukulan merupakan sepenggal tindakan yang terikat banyak syarat, terbatas oleh banyak tahapan, dan hanya bisa dilakukan berdasarkan beberapa kondisi saja. Dalam artian, sanksi pukulan hanyalah salah satu cara yang digunakan dalam kondisi terpaksa, dalam sebuah proses pendidikan. Rasulullah sendiri membenarkan penerapan sanksi pukulan kepada anak yang enggan menunaikan shalat. Beliau bersabda, “Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat di saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika mereka enggan menunaikannya) di saat mereka berusia sepuluh tahun.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang hasan)

Hukuman fisik memang suatu cara yang dipilih orang tua untuk memberi tahu anak. Menurut Fabiola P. Harlimsyah, M.Psi atau Feiby, hukuman ini diberikan lantaran orang tua ingin si anak hormat kepada mereka. Selain itu, orang tua ingin anaknya patuh dengan cara itu.

Maknanya, sanksi pukulan sah-sah saja untuk diterapkan jika anak-anak menentang perintah Allah dan Rasulullah yang diwajibkan kepada mereka. Pasalnya, ketundukkan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan substansi dari beragama Islam.

Meski demikian, sanksi pukulan tidak bebas dilakukan seenaknya. Ia memiliki beberapa tata cara dan syarat yang harus diperhatikan. Syaikh Syamsuddin Al-Imbabi, dalam Risalah Riyadhah Ash-Shibyan, menyebutkan beberapa tatacara menjatuhkan hukuman pukulan kepada anak kecil:

Pukulan diterapkan karena kesalahan fatal yang diperbuat anak, bukan atas dasar kekhawatiran terhadap kesalahan berikutnya yang akan dia lakukan.
  1. Hukuman pukulan hendaknya tidak menyakitkan sekali.
  2. Hukuman pukulan harus disesuaikan dengan kondisi anak dan usianya.
  3. Hukuman pukulan harus dilakukan atas dasar dan untuk tujuan pembinaan, tidak boleh berlebihan dan di luar kewajaran.
  4. Pukulan tidak dipusatkan pada satu titik.
  5. Antara satu pukulan dengan pukulan berikutnya harus diberi jeda untuk menghilangkan rasa sakit yang pertama.
  6. Hendaknya yang memukul tidak mengangkat lengannya, agar daya pukulan tidak terlalu keras dan menyakitkan.
  7. Orangtua atau pendidik yang memukul hendaknya tidak dalam keadaan marah. Hal ini dilandasi oleh larangan Rasulullah yang menyatakan bahwa seorang hakim yang sedang marah tidak boleh menjalankan fungsinya sebagai hakim yang mengeluarkan ketetapan hukum. Jika hakim yang menangani orang dewasa saja tidak boleh sambil marah, maka terlebih lagi orangtua atau guru yang mendidik anak.
  8. Suatu ketika Umar bin Abdul Aziz hendak menjalankan hukuman kepada seseorang. Saat hukuman itu hendak dilakukan, dia berkata, “Urungkan!” Lalu dia ditanya mengapa diurungkan, maka dia menjawab, “Saat hendak melakukannya aku merasa kemarahanku sedang memuncak kepadanya. Karena itulah aku tidak ingin menerapkan hukuman itu dalam kondisi aku sedang marah.”
  9. Menahan tangan untuk tidak memukul jika mendengar sang anak menyebut nama Allah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah, “Jika salah seorang di antara kalian sedang memukul pembantunya, lalu pembantunya itu menyebut nama Allah, maka hentikan tangan kalian (dari) memukulnya.” (HR. At-Tirmidzi, dari Abu Sa’id Al-Khudri). Hal tersebut seumpama orang yang telah sadar sebelum hukuman menderanya, karena itu tidak perlu dipukul lagi.
  10. Seorang anak hendaknya jangan dipukul sebelum dia berusia 10 tahun, sebagaimana diisyaratkan dalam hadits Rasul mengenai perintah shalat kepada anak.
Demikianlah, sesungguhnya orang yang tergesa-gesa menerapkan sanksi pukulan, apalagi tanpa mengindahkan tahapan dan syarat-syaratnya, atau dia sembarangan melakukannya, maka dia telah menyeleweng dari kebenaran.

Para ulama juga sepakat bahwa hukuman pukulan tidak ditertapkan pada kesalahan pertama, namun setelah terjadi pengulangan kesalahan beberapa kali yang dilakukan anak atas unsur kesengajaan. Dengan demikian, pukulan dilakukan setelah melalui beberapa tahapan; mulai dari teguran, nasehat, dan lainnya.

Setiap pasangan suami-istri hendaknya saling mengingatkan bahwa dalam mendidik anak, hukuman pukulan tak ubahnya racun pembunuh yang digunakan untuk mengobati suatu penyakit. Selayaknya seorang dokter yang menggunakan zat adiktif atau narkoba sebagai obat terukur sesuai dosis tepat. Kemudian, jangan pernah memberikan dua hukuman untuk satu kesalahan. Misalnya, setelah ayah menghukum, lalu ibu pun ikut memberi hukuman pukulan, atau setelah guru menghukum, kemudian ada petugas lain yang memberi sanki pukulan. Karena hal itu merupakan tindakan penganiayaan.

Maka, hendaknya hukuman pukulan diterapkan atas prinsip perbaikan, pembinaan, dan pendidikan. Jika tidak, maka interaksi kekerasan yang dilakukan orangtua atau guru terhadap anak, akan menjadikan rumah atau sekolah seperti tempat mencekam dan menakutkan. Sehingga membuat sang anak tidak betah dan minggat dari rumah atau sekolah. Tentunya, lingkungan di luar rumah dan sekolah pun berpotensi menimbulkan bahaya bagi karakter anak.

Dan yang tak kalah pentingnya, penerapan sanksi pukulan boleh dilakukan jika terpenuhi unsur keamanan (safety first) dan keselamatan sang anak. Ini satu hal yang tidak boleh diabaikan setiap orangtua, pengajar, ataupun pendidik.

Menurut Fabiola P. Harlimsyah, M.Psi atau Feiby, hukuman ini diberikan lantaran orang tua ingin si anak hormat kepada mereka. Selain itu, orang tua ingin anaknya patuh dengan cara itu. "Bedakan antara mendidik dan menghukum. Mendidik itu bukan menghukum," paparnya.

Selama ini, hukuman fisik dianggap normal dan wajar. "Padahal, sebenarnya enggak benar. Mungkin para orang tua dulunya juga mengalami hal itu. Jadi, mereka pikir itu wajar. 'Toh, kita sukses dan survive. Kenapa kita enggak bisa lakukan itu ke anak?' begitu pikir mereka," jelas Feiby.

KONDISI DIRI

Hukuman fisik menyangkut semua hal yang berkaitan dengan fisik, misalnya cubitan atau pukulan. Anak akan belajar dari apa yang dilihatnya. Pesan yang mungkin sampai pada anak adalah, "Aku salah dan aku dipukul. Orang tua boleh mukul aku. Jadi, aku boleh, dong, mukul orang tua. Kalau aku enggak suka, aku juga boleh mukul temanku. Kalau begini, kan gawat."

Setiap anak, lanjut Feiby, adalah unik dan tidak bisa menerapkan sebuah cara yang sama untuk semua anak. Karena itu, sebagai orang tua, Anda harus memahami tahap perkembangan dan karakteristik balita.

  • Usia 2- 3 tahun, anak cenderung meniru orang dewasa. Jika melihat orang dewasa memukul, dia ikut memukul tanpa tahu alasannya.
  • Usia 3 -4 tahun, anak mulai sensitif dengan mimik muka atau penolakan. Kadang anak berontak karena dia merasa ditolak.
  • Usia 4 -5 tahun, anak mulai bertanya-tanya alasan orang tua memukul. Dia enggak akan menerima begitu saja dan biasanya akan muncul pemikiran atau pertanyaan seperti, "Mama udah enggak sayang sama aku."
Selain memahami anak, yang perlu diperhatikan adalah memahami kondisi Anda sendiri. Pasalnya, menurut Feiby, hukuman fisik biasanya terjadi pada orang tua yang ada dalam kondisi stres dan tak bisa berpikir tenang. "Anda perlu juga menyadari, kapan merasa tidak dalam kondisi emosi yang tak memungkinkan dekat dengan anak. Dengan adanya kesadaran tersebut, Anda bisa menenangkan diri dulu," sarannya.

Jika memang emosi sedang memuncak, Anda bisa bilang ke anak, "Mama enggak bisa ngomong dulu ke kamu sekarang. Mama ke kamar dulu, ya. Nanti kalau Mama udah tenang, Mama akan ngomong sama kamu."

DAMPAK BURUK LEBIH BANYAK

Banyak orang tua yang berpikir, hukuman fisik merupakan cara efektif untuk mendisiplinkan anak.

Pemikiran seperti ini tentu salah. "Jangan pernah berpikir hal itu akan berhasil karena pesannya tak akan sampai," tegas Feiby. Selain itu, perhatikan juga dampak dari hukuman fisik itu sebelum melakukan. Apa saja dampaknya?

1. Tingkah laku

Dari tindakan-tindakan kekerasan tersebut, anak mulai memunculkan tingkah laku agresif yang berkaitan dengan kekerasan. "Kalau kesal, dia ungkapin dengan cara yang dia terima selama ini," ujar Feiby.

Namun, tak sedikit anak-anak yang tertutup alias memendam perasaan. "Bentuk perilakunya biasanya adalah menghindar. Kalau dia merasa ada orang dewasa yang membuat dia enggak nyaman, dia akan menghindar. Ini juga berbahaya."

2. Emosi

Anak yang sering dipukul atau diberi hukuman fisik, akan merasa dirinya tidak berdaya karena tak bisa membalas. "Dia masih kecil dan merasa enggak sekuat itu. Dia pasti jadi tertekan. Mau ngapa-ngapain takut salah, takut dihukum," jelas Feiby.

Anak juga merasa tidak diterima oleh lingkungannya, karena apa yang dipersepsikan anak dan orang tua bisa sangat jauh. Si anak hanya ingin mengungkapkan kalau dia ingin mainan, misalnya. "Tujuannya mungkin ingin ngasih tahu kalau dia pingin mainan. Tapi bagi orang tua, hal itu sangat mengganggu. Itulah kesenjangannya, sehingga terjadilah hukuman-hukuman fisik."

3. Sosial

Pada anak usia dini, dia akan belajar percaya orang. Dengan modal percaya pada orang lain, dia akan merasa dihargai. Akhirnya, jika dia ada pada tahap harus membina hubungan dengan orang lain, seperti teman atau pasangannya, dia akan menemui kesulitan. "Anak bingung bagaimana harus bersikap dan bagaimana harus menyayangi orang, karena selama ini dia tidak merasa disayang. Selain itu, saat dewasa, bukan enggak mungkin dia akan melakukan hukuman fisik pada anaknya, karena hanya itulah satu-satunya cara yang dia pelajari."

4. Kognisi (cara berpikir)

Bagaimana seorang anak bisa menerima pelajaran di sekolah jika ia dalam kondisi tertekan dan sering dihukum? "Makanya, prestasi belajar anak yang sering mendapat hukuman atau physical abuse (siksaan) memang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan teman-teman seusianya," jelas Feiby. 
(fn/voa/tn) www.suaramedia.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kesehatan (50) Fisikologi Anak (37) Ibu dan Buah Hati (36) Rahasia Pria (33) Pasangan Hidup (31) Fisikologi (30) Anak (29) Agama (28) Tips dan Triks (28) Karyawan (25) Puasa Dan Lebaran (25) Ramuan Herbal (25) Kehamilan (23) Filosofi (21) Orang Tua (20) Penyakit (20) Rahasia Wanita (20) Beauty (19) Rahasia Tubuh (19) Produk (18) Suami Isteri (17) Tips and Trick (17) Health (16) Insomnia (16) Pendidikan (16) Pendidikan Anak (15) Rumah Tangga (15) Gaya Hidup (14) Lifestyle (14) Mitos dan Fakta (13) Tekhnologi Untuk Anak (13) Bahasa Tubuh (12) Budaya (12) Kasih Sayang (12) Kecerdasan Anak (12) Friendships (11) Kecantikan (11) No Smoking (11) Remaja (11) Diet (10) Kehidupan (10) Masalah Tidur Pada Anak (10) Autisme (9) Breast Bancer (9) Kesehatan Anak (9) Beauty Products (8) Makanan (8) Dating (7) Fashions (7) Kesehatan Wanita (7) Kesehatan Gigi (7) Moral (7) Beauty Recipes (6) Facebook (6) Hukum Islam (6) Kartu Kredit (6) Perawatan Rambut (6) Pernikahan (6) Perselingkuhan (6) Jewelry (5) Kesehatan Kulit (5) Pengobatan (5) Bayi Prematur (4) Breast Feeding (4) Fenomena (4) Keamanan (4) Products (4) Therapy (4) Wedding (4) Baby Gift (3) Baby games (3) Inner Beauty (3) Kejahatan (3) Multivitamin (3) Online Dating (3) Pendidikan Keluarga (3) Rezeki (3) Seluk Beluk Payudara (3) Seni Bercinta (3) Tekhnologi (3) Baby Names (2) Internet Marketing (2) Kanker Payudara (2) Kesehatan Telinga (2) Nasionalisme (2) Natural Beauty (2) Para Penguasa (2) Penyakit Jantung (2) Seksologi (2) Selebritis (2) Sleep (2) Teroris (2) Tontonan Anak (2) Alergi (1) Cancer (1) Demam Berdarah (1) Diabetes (1) Indonesia (1) Kenangan (1) Kesehatan Mata (1) Lung Cancer (1) Natural Product (1) Party (1) Penyakit Maag (1) SEO (1) Science (1) Seluk Beluk Ciuman (1) Seluk Beluk Vagina (1) Wa (1) m (1)