Pemicu Perkembangan Anak Negarif. Mulai sekarang berhati-hatilah dengan gaya bahasa Anda. Sebab, gaya bahasa negatif akan membuat buah hati Anda stres yang berpengaruh buruk terhadap perkembangannya.
Ananda, 36, paling sering uringuringan melihat tingkah putrinya Sisil, 12. Bagaimana tidak, murid kelas 1 SMP ini kerap kali melakukan kesalahan yang terus berulang di mata Amanda. Beberapa kali Sisil tidak membawa kembali baju olahraga. Dia juga kerap lupa membawa kembali tas berenang dan sudah terjadi puluhan kali.
Hal yang paling membuat Amanda kesal adalah seminggu lalu ketika Sisil datang dari sekolah dengan memakai sepatu kiri dan sepatu kanan berbeda.Anehnya Sisil tidak menyadari kesalahan tersebut. Di mata Amanda, keadaan ini sudah benar-benar parah. Seharusnya anak seusia Sisil sudah tidak melakukan kekeliruan tersebut.
Apalagi setiap Amanda menanyakan kepada Sisil soal keteledorannya tersebut, Sisil selalu ngotot dan mengatakan sudah membawa dan menaruhnya di mobil. Namun, bisa juga alasannya lupa dan tidak sengaja. Kalau Amanda berkata dengan nada marah, Sisil nangis dan cemberut.
Setelah kejadian itu, Amanda tidak tega dan pasti membelikan lagi peralatan yang hilang tersebut. Belum tuntas kekesalan Amanda, Sisil sudah melakukan hal yang membuat ibu muda itu lebih kesal lagi. Jumat lalu Sisil tidak ikut bimbingan belajar (bimbel), tapi malah pergi makan mi kuah ke sekolah lamanya. "Sopir bilang diancam sama Sisil untuk tidak bilang sama saya, dan tentu saja saya marah sama Sisil," tandasnya.
Apa yang dialami Amanda mungkin juga dialami oleh ibu-ibu lainnya. Menurut praktisi emotional intelligence parenting dari Radani Emotional Intellegence Parenting Center Hanny Muchtar Darta Certified EI PSYCH-K SET, keadaan seperti di atas pada umumnya sering terjadi dan berdasarkan pengamatannya, hal itu terjadi pada keluarga di kalangan menengah atas.
Umumnya kejadian tersebut disebabkan beberapa faktor. Antara lain karena banyaknya pembantu di rumah yang menghambat kemandirian anak sehingga segalanya telah dipersiapkan, gaya pengasuhan yang permisif, dan stres yang disebabkan emosi negatif sehingga membuat anak tidak konsentrasi.
Ananda, 36, paling sering uringuringan melihat tingkah putrinya Sisil, 12. Bagaimana tidak, murid kelas 1 SMP ini kerap kali melakukan kesalahan yang terus berulang di mata Amanda. Beberapa kali Sisil tidak membawa kembali baju olahraga. Dia juga kerap lupa membawa kembali tas berenang dan sudah terjadi puluhan kali.
Hal yang paling membuat Amanda kesal adalah seminggu lalu ketika Sisil datang dari sekolah dengan memakai sepatu kiri dan sepatu kanan berbeda.Anehnya Sisil tidak menyadari kesalahan tersebut. Di mata Amanda, keadaan ini sudah benar-benar parah. Seharusnya anak seusia Sisil sudah tidak melakukan kekeliruan tersebut.
Apalagi setiap Amanda menanyakan kepada Sisil soal keteledorannya tersebut, Sisil selalu ngotot dan mengatakan sudah membawa dan menaruhnya di mobil. Namun, bisa juga alasannya lupa dan tidak sengaja. Kalau Amanda berkata dengan nada marah, Sisil nangis dan cemberut.
Setelah kejadian itu, Amanda tidak tega dan pasti membelikan lagi peralatan yang hilang tersebut. Belum tuntas kekesalan Amanda, Sisil sudah melakukan hal yang membuat ibu muda itu lebih kesal lagi. Jumat lalu Sisil tidak ikut bimbingan belajar (bimbel), tapi malah pergi makan mi kuah ke sekolah lamanya. "Sopir bilang diancam sama Sisil untuk tidak bilang sama saya, dan tentu saja saya marah sama Sisil," tandasnya.
Apa yang dialami Amanda mungkin juga dialami oleh ibu-ibu lainnya. Menurut praktisi emotional intelligence parenting dari Radani Emotional Intellegence Parenting Center Hanny Muchtar Darta Certified EI PSYCH-K SET, keadaan seperti di atas pada umumnya sering terjadi dan berdasarkan pengamatannya, hal itu terjadi pada keluarga di kalangan menengah atas.
Umumnya kejadian tersebut disebabkan beberapa faktor. Antara lain karena banyaknya pembantu di rumah yang menghambat kemandirian anak sehingga segalanya telah dipersiapkan, gaya pengasuhan yang permisif, dan stres yang disebabkan emosi negatif sehingga membuat anak tidak konsentrasi.
Biasanya juga anak stres karena emosi negatif yang tidak diekspresikan karena perasaan takut. Selain itu bisa karena beban pelajaran di sekolah, ditambah dengan les yang banyak untuk mengembangkan kecerdasan ganda anak atau multiple intelligence anak, mulai dari les Mandarin, matematika, musik, hingga taekwondo.
"Alasan anak-anak menjadi sulit konsentrasi karena banyak faktor penyebab. Di antaranya pendekatan negatif dari pola asuh yang fokus pada masalah dan bukan fokus pada keinginan terbaik dengan menggunakan gaya bahasa negatif. Misal marah-marah saat anak terlihat tidak semangat belajar sehingga nilainya tidak baik," ujarnya.
Hanny menuturkan,hasil penelitian di Amerika yang dilakukan Task Force for Personal and Social Responsibilities bahwa setiap harinya orang mendengar 432 kata-kata atau kalimat negatif dan hanya mendengar 32 kata-kata atau kalimat positif.
Sebanyak 80 persen kata-kata tersebut menyakitkan sehingga membuat orang sulit untuk bangkit dan hanya sekitar 20 persen tahan terhadap pendekatan negatif tersebut tanpa memberikan dampak psikologis.
"Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan adalah sangat penting untuk berkomunikasi secara positif dengan anak-anak kita," ucap praktisi lulusan pendidikan di Emotional Intelligence Six Seconds ini.
Menurut Elizabeth Hartley dan Brewer dalam buku yang berjudul Happy Children through Positive Parenting 2005, gaya bahasa negatif tidak saja membuat anak stres, tetapi dampaknya lebih besar daripada yang kita bayangkan. Gaya bahasa negatif bisa memengaruhi perkembangan anak secara negatif sehingga menghambat anak-anak untuk meraih segala potensi yang ada pada dirinya. Gaya bahasa negatif menyebabkan "put down".
Put down meliputi rasa direndahkan martabatnya, anak merasa kecil dan tidak penting, anak merasa tidak mampu, juga anak merasa jauh dari orangtuanya.
"Demikian besarnya dampak gaya bahasa negatif terhadap perkembangan anak dan juga kita sebagai orangtua karena semakin banyak menggunakan kata negatif akan merasakan emosi negatif pula," katanya.
Eric Robins MD mengatakan, 85% penyakit medis disebabkan emosi negatif. Tentunya gaya bahasa negatif yang menyebabkan orang merasakan emosi negatif salah satu faktor penyebab tidak sehatnya hubungan antara orangtua dan anak karena anak merasa tidak nyaman dan merasa ada jarak dengan orangtuanya.( okezone.com )
"Alasan anak-anak menjadi sulit konsentrasi karena banyak faktor penyebab. Di antaranya pendekatan negatif dari pola asuh yang fokus pada masalah dan bukan fokus pada keinginan terbaik dengan menggunakan gaya bahasa negatif. Misal marah-marah saat anak terlihat tidak semangat belajar sehingga nilainya tidak baik," ujarnya.
Hanny menuturkan,hasil penelitian di Amerika yang dilakukan Task Force for Personal and Social Responsibilities bahwa setiap harinya orang mendengar 432 kata-kata atau kalimat negatif dan hanya mendengar 32 kata-kata atau kalimat positif.
Sebanyak 80 persen kata-kata tersebut menyakitkan sehingga membuat orang sulit untuk bangkit dan hanya sekitar 20 persen tahan terhadap pendekatan negatif tersebut tanpa memberikan dampak psikologis.
"Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan adalah sangat penting untuk berkomunikasi secara positif dengan anak-anak kita," ucap praktisi lulusan pendidikan di Emotional Intelligence Six Seconds ini.
Menurut Elizabeth Hartley dan Brewer dalam buku yang berjudul Happy Children through Positive Parenting 2005, gaya bahasa negatif tidak saja membuat anak stres, tetapi dampaknya lebih besar daripada yang kita bayangkan. Gaya bahasa negatif bisa memengaruhi perkembangan anak secara negatif sehingga menghambat anak-anak untuk meraih segala potensi yang ada pada dirinya. Gaya bahasa negatif menyebabkan "put down".
Put down meliputi rasa direndahkan martabatnya, anak merasa kecil dan tidak penting, anak merasa tidak mampu, juga anak merasa jauh dari orangtuanya.
"Demikian besarnya dampak gaya bahasa negatif terhadap perkembangan anak dan juga kita sebagai orangtua karena semakin banyak menggunakan kata negatif akan merasakan emosi negatif pula," katanya.
Eric Robins MD mengatakan, 85% penyakit medis disebabkan emosi negatif. Tentunya gaya bahasa negatif yang menyebabkan orang merasakan emosi negatif salah satu faktor penyebab tidak sehatnya hubungan antara orangtua dan anak karena anak merasa tidak nyaman dan merasa ada jarak dengan orangtuanya.( okezone.com )
- Memetik Hikmah Dari Kamar Yang Berantakan . Sebagai orangtua memang perlu mengajarkan anak-anak membereskan alat-alat bermain dan merapikan tempat tidur. Tapi, jangan terlalu kaku dengan aturan…
- Let us talk about beauty from a different angle! - We have our own criteria for judging the beauty of a woman. We look the beauty of a lady from a certain angle and then pass the remarks whether she…
- Fighting For Your Life - Recently the well known American news anchor Endang Sedyaningsih ( Indonesian health minister ) died of lung cancer just a few months after he publicly announced that he had…
- Karena Dilarang Bermain, Anak Taiwan Jadi Sangat Gemuk --Angka kegemukan di kalangan anak Taiwan kini menyaingi anak di Amerika Serikat, dan seperempat dari mereka diklasifikasikan sebagai …
- “Mas, hari ini pulang jam berapa? Dinda minta dijemput ya, dan setelah itu kita ke Giant beli semua keperluan mingguan, ya Mas?” demikian rajuk Dinda pada suaminya yang hanya mengangguk-angguk…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar