Lenyapnya Tari-Tarian Majapahit. Tari-Tarian Majapahit Lenyap. Berbagai jenis tari-tarian yang berasal dari zaman Kerajaan Majapahit yang berpusat di Situs Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, hilang tanpa jejak. Sejumlah seniman dan praktisi tari di Kabupaten Mojokerto kesulitan melacak jejak bentuk dan aneka gerak tari yang hidup dan berkembang di masa itu.
Setu (47), salah seorang seniman tari yang konsisten menciptakan beragam bentuk koreografi tari Majapahit, menyebutkan kesulitan terjadi karena tidak ada referensi apapun soal tari-tarian Majapahit. Berbagai sumber tertulis maupun cerita-cerita lisan yang berkembang tidak ada yang menyebutkan soal kekayaan tinggalan budaya berupa tari-tarian itu.
"Hilang sama sekali tidak berjejak," kata Setu. Akibatnya, nyaris tidak ada yang bisa ditunjukkan pada publik soal kebanggaan dan kebesaran Kerajaan Majapahit dari aspek seni tari.
Ia menambahkan, pada tahun 1997 pernah ada sekelompok mahasiswa dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta mencoba merunut muasal gerak tari Majapahit. "Mereka sampai melakukan meditasi segala di Trowulan. Tetapi apakah gerak an itu merupakan tarian Majapahit, kami juga tidak tahu karena gerakannya sungguh beda," ujar Setu sembari menambahkan bahwa saat itu sebagian di antaranya berada dalam kondisi setengah sadar atau trance.
Karena itulah, dalam menciptakan sejumlah jenis tari, para seniman kerap mengaitkan koreografi yang diciptakan berdasarkan cerita dalam berbagai kitab seperti tertulis dalam Pararaton atau Negarakertagama. Setu mengatakan, beberapa tarian yang sudah dikonstruksikan lagi itu ialah tari Gadjah Mada yang berintikan cerita saat Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja.
Selain itu ada pula tarian yang menggambarkan kesedihan Hayam Wur uk saat hari ketujuh ditinggal mati ibundanya, Tribhuwana Wijayottunggadewi. Selain itu ada pula tarian Sawung Miak Prahoro dan Geger Brangwetan yang masuk dalam kelompok tari-tarian kolosal.
Lalu dari kelompok tari-tarian tunggal yang terpisah konteks, ada tari Tri Sa rkono, Prajurit Bhayangkari, Wiro Bastam, dan Mayang Rontek. Tarian Mayang Rontek untuk sementara kalangan relatif sering dipentaskan dan oleh karenanya dianggap menjadi salah satu yang mewakili.
Namun, tarian Mayang Rontek dianggap tidak mewakili kebudayaan Majapahit sesungguhnya oleh sebagian besar kalangan. Salah seorang tokoh muda Majapahit, Supriyadi (36) yang pada 7 Januari 2009 mendapat anugerah Upakarti untuk kategori produk pelestarian budaya dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono b eranggapan tari Mayang Rontek terlalu berbau gerakan pesisir.
"Selain itu lebih mirip ludrukan. Jadi tidak pas jika dijadikan tari Majapahit," kata Supriyadi yang beristrikan seorang seniman tari itu.
Ketua Lembaga Pengamatan Penelitian Keraton-Keraton se-Nusantara Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Gunarso G Kusumodiningrat mengatakan, tarian Majapahit bisa dilacak dari beragam jenis tarian yang sekarang masih ada di lingkungan keraton Surakarta dan Yogyakarta. Seperti tari Bedoyo Ketawang.
"Ini karena taria-tarian dari Surakarta dan Yogyakarta itu turunan dari Mataram yang sebelumnya berasal dari Majapahit," kata Gunarso yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Forum Silaturahmi Keraton Se- Nusantara.
Adapun menurut Direktur Peninggalan Pur bakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, Junus Satrio Atmodjo menyebutkan bahwa upaya rekonstruksi tari-tarian Majapahit harus dilakukan dengan memperhatikan sumber-sumber sejarah yang ada. Menurut Junus, hal itu tidak bisa dilakukan sekedar dengan membayangkan kira-kira seperti apa kondisi masa lalu untuk kemudian divisualisasikan dalam bentuk koreografi tari.
Namun ia tetap mendukung upaya seniman tari untuk berupaya merekonstruksi bentuk tari-tarian dari masa Kerajaan Majapahit. Kerja kebudayaan yang dalam hal ini khususnya terfokus pada seniman tari diperlukan untuk mengungkap bentuk tari-tarian kerajaan terbesar di Nusantara yang pengaruh dan kekuasannya itu menyebar ke sebagian wilayah dunia itu. [ kompas.com ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar