Ternyata Anak-anak juga bisa stres akibat ulah orang tua mereka. Studi terbaru mengungkapkan, orang tua yang membawa stres dari kantor ke rumah bisa menghambat perkembangan pendidikan anak di sekolah.
Studi menemukan, para ibu dan ayah yang kelelahan dengan pekerjaan mereka akan membawa perasaan kecewa tersebut ke rumah. Sebagai akibatnya, anak-anak mereka cenderung kehilangan ketertarikan dengan pekerjaan sekolah.
Anak-anak ini mulai cemas kalau-kalau mereka tidak bisa menyejajarkan diri dengan teman sekelas mereka. Selain itu, anak-anak ini juga menjadi sinis melihat pentingnya pendidikan dan ulangan. Di samping itu, mereka bahkan mulai mengalami kelelahan yang ditemani dengan stres.
Peneliti dari Academy of Finland's educational arm menanyai lebih dari 500 remaja mengenai pengalaman stres mereka. Gejala yang diperhatikan termasuk kelelahan, rasa ketidakmampuan sebagai seorang pelajar dan sinisme terhadap nilai-nilai sekolah atau pendidikan.
Selain menanyai anak, peneliti juga meminta keterangan dari para orang tua mengenai stres terkait pekerjaan mereka. Studi yang dipublikasikan di European Journal of Developmental Psychology ini melaporkan, orangtua yang stres secara fisik dan emosional cenderung memiliki anak yang juga stres fisik dan emosional akibat pekerjaan sekolah mereka.
Selain itu, ayah yang stres cenderung memiliki anak laki-laki yang stres dan ibu yang bekerja di bawah tekanan juga cenderung memiliki anak perempuan usia sekolah yang stres.
"Orang tua dengan jenis kelamin yang sama cenderung menjadi model panutan dalam perkembangan stres," tutur peneliti Profesor Katariina Salmela-Aro, seperti dikutip situs dailymail.
Selain itu, lanjut Salmela-Aro, faktor keuangan juga turut berpengaruh. Semakin besar kecemasan orangtua terkait masalah keuangan keluarga, semakin tinggi pula tingkat stres.
Akan tetapi, menurut pakar dari Inggris, anak-anak bukan menyerap kecemasan orangtua mereka. Stres pada anak cenderung disebabkan oleh kurangnya perhatian.
Orang tua dengan jam kerja yang panjang, menurut pakar, seringkali membuat orangtua pulang ke rumah dalam keadaan capek. Karena itu, mereka tidak sempat lagi membacakan cerita, berbicara dan mendengarkan anak-anak mereka."Hal ini bisa mengganggu kesehatan dan performa anak."
Membesarkan anak bukanlah pekerjaan yang mudah. Proses ini bisa mengundang hadirnya uban, kurang tidur di malam hari, dan segudang kecemasan mengenai finansial, kesehatan dan juga kepentingan pendidikan. Akan tetapi, membesarkan anak pada faktanya bisa menurunkan tekanan darah.
Bagaimana prosesnya? Kedudukan sebagai orangtua, terang peneliti, memberi 'rasa adanya tujuan dan arti'. Hidup penuh arti dengan tujuan yang jelas ini mengurangi stres dan membuat orangtua mengubah kerumitan hidup menjadi pengharapan.
Kesimpulan ini diambil berdasarkan studi yang dilakukan para peneliti dari Brigham Young University di Provo, Utah. Para peneliti mempelajari 198 partisipan dewasa yang dilengkapi dengan monitor pengukur tekanan darah portabel selama 24 jam, saat mereka menjalani aktivitas normal mereka.
Peneliti memperhitungkan faktor lain yang bisa mempengaruhi tekanan darah, seperti kesehatan, usia, berat badan, olahraga, pekerjaan dan sejarah minum alkohol.
Hasil menunjukkan, orangtua memiliki tekanan darah sistolik (yang berada di bagian atas) 4,5 poin lebih rendah dibandingkan mereka yang bukan orangtua. Tekanan darah diastolik (bagian bawah) tiga poin lebih rendah.
Efeknya lebih kuat pada perempuan. Para ibu mempunyai perbedaan tekanan darah sebanyak 12 dan tujuh poin (sistolik dan distolik) lebih rendah dibandingkan perempuan yang tidak memiliki anak.
"Merawat anak tidak terlepas dari kesulitan sehari-hari, tapi arti dan tujuan yang ditarik para orangtua dari setiap tekanan membuat mereka memiliki kesehatan yang lebih baik," tutur pemimpin studi Dr Julianne Holt-Lunstad, seperti dikutip situs dailymail.
Akan tetapi, terang Holt-Lunstad, bukan berarti kesehatan Anda semakin membaik seiring bertambahnya jumlah anak yang Anda miliki."Temuan ini hanya berkaitan dengan peran sebagai orangtua, terlepas dari jumlah anak dan status pekerjaan Anda."
Selain itu, studi ini juga mengungkap bahwa pasangan menikah yang hidup bahagia memiliki tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak menikah. Tapi, mereka yang hidup dengan pernikahan yang tidak bahagia justru memiliki tekanan darah paling buruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar