Beginilah Seni Membedakan Gejala Tifus dan Demam Berdarah


Bayi bisa kena tifus? Anda pasti akan geleng-geleng kepala, bukankah penyakit ini lebih sering dialami anak atau dewasa yang sudah mengonsumsi jajanan dari luar yang tidak terjamin kebersihannya?

Anak usia 2,5 tahun sangat jarang sekali terkena tifus, bahkan bila terkena tipus tentu suatu yang serius. Karena tipus biasanya terjadi pada anak di atas 4 tahun. Keluhan tifus adalah panas naik turun lebih satu minggu dan panas terutama malam hari. Biasanya disertai dengan gangguan pencernaan berupa konstipasi.


Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu pemeriksaan, bila hanya mengandalkan hasil laboratorium, kadang hasil laboratorium meleset. Harus diingat juga banyak penyakit yang mirip gejala dengan tifus dan biasanya seorang dokter akan teliti menilai penyakit tersebut dari pendekatan klinis dan bantuan laboratorium. Jika obatnya tepat dan orangtua juga terlibat akan sembuh total.


Pendapat itu tidaklah keliru. Meski begitu, bukan berarti bayi bebas dari serangannya. Tifus merupakan penyakit infeksi yang selalu ada di masyarakat (endemik) mulai dari bayi hingga dewasa. Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi. Kuman ini memang gampang menyebar, apalagi di tanah air yang kondisi sanitasinya buruk.
Penularan tifus umumnya terjadi lewat makanan yang kurang bersih. Pada bayi ASI, ketika usianya 6 bulan ke atas, karena sudah mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI), bila kebersihannya saat pengolahan, penyajian, maupun pemberian kurang diperhatikan, maka si kecil beresiko terserang tifus.

Selain dari makanan yang tercemar, penularan tifus ke bayi juga bisa terjadi lewat orang dewasa sehat yang membawa kuman tifus (healthy carrier). Pembawa kuman tifus ini umumnya pernah sakit tifus tetapi tidak menjalani pengobatan dengan tuntas.

Seni Membedakan Gejala Tifus dan Demam Berdarah
Seni Membedakan Gejala Tifus dan Demam Berdarah

Gejala bervariasi

Berbeda dari orang dewasa, tifus pada bayi sulit terdeteksi. Walhasil, penegakan diagnosis tifus pun tidaklah mudah. Umumnya bayi hanya menangis atau rewel bila mengalami ketidaknyamanan.

Tak mudah menentukan gejala secara spesifik, apalagi kalau demamnya hanya 1-2 hari. Hanya saja, ibu perlu mencurigai serangan tifus bila :
  • Bayi mengalami demam yang turun naik dalam waktu lama (lebih dari 5 hari) dengan pola demam naik turun, naik di sore atau malam hari, lalu biasanya menurun di pagi hingga siang hari.
  • Mengalami gangguan buang air besar, bisa berupa diare atau bahkan sulit BAB. Ini terjadi lantaran kuman yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan sehingga terjadi diaere.
  • Mengalami "lidah kotor" atau lidah tampak memutih dengan ujung dan tepi kemerahan.
  • Mengalami mual dan muntah. Penyebabnya, si kuman berkembang biak di hati dan limpa, akibatnya terjadi pembengkakan yang menekan lambung dan timbullah rasa mual.
Selain melihat gejala, untuk menegakkan diagnosis tifus yang akurat, dokter boleh jadi akan melakukan berbagai pemeriksaan. Salah satunya tes widal. Tes ini juga bisa mendeteksi penyakit paratifus, sebuah penyakit dengan gejala mirip tifus tetapi lebih ringan.

Pengobatan


Pengobatan tifus pada bayi tidak jauh berbeda dari pengobatan pada anak atau orang dewasa. Pengobatan dilakukan untuk meniadakan invasi kuman dan mempercepat pembasmian kuman, memperpendek perjalanan penyakit, serta mempercepat penyembuhan.

Dokter pun memilih antibiotik yang tepat untuk bayi. Selain itu, bayi juga dianjurkan makan dan minum dengan kandungan nutrisi dan porsi yang cukup. Masak hingga bahan makanan lunak. Pilih bahan yang tidak menimbulkan banyak gas.


Keluhan beberapa pasien ihwal rancunya diagnosis tifus dengan demam berdarah dengue (DBD) muncul dalam surat pembaca di beberapa media massa. Pasien DBD didiagnosis tifus, dan pasien tifus didiagnosis DBD. Mengapa bisa begitu?

Sperti contoh kasus Anto, 9 tahun, demam tinggi sudah 5 hari, tinggal di wilayah langganan demam berdarah. Ia mengeluh perutnya tidak enak, pusing, dan badannya lemah. Tidak ada batuk dan pilek. Takut kalau-kalau kena demam berdarah, ibunya membawa Anto ke dokter.

Dokter memeriksa, teraba hati Anto sedikit membengkak, dokter curiga ini DBD. Lalu dokter minta Anto diperiksa darah untuk melihat kemungkinan itu.

Ternyata trombositnya 145 ribu, Ht (hematokrit) 41, IgG, IgM dengue negatif. Melihat hasil darahnya saat itu dokter menyatakan Anto tidak DBD.

Perkiraan dokter (menyebut perkiraan karena memang pada saat di kamar praktik dokter belum bisa mendiagnosis) jadi baru menduga saja kemungkinan kalau itu cuma serangan virus flu belaka. Logis kalau dokter cuma bilang kemungkinan flu, sebab mau bilang apa lagi?

Oleh karena demamnya baru 5 hari, dokter berpesan kalau nanti demam masih tetap tinggi dan muncul keluhan dan tanda-tanda DBD, laboratorium darahnya perlu diperiksa ulang untuk melihat apakah trombositnya menjadi turun dan Ht-nya menjadi meninggi, selain kemungkinan IgG, IgM dengue-nya muncul memastikan betul ada DBD.

Perjalanan Penyakit

Kendati Anto masih demam sampai hari kesepuluh, ibu Anto tidak membawa Anto kembali ke dokternya, melainkan mencari dokter lain. Diperiksa oleh dokter lain kedapatan selain hati, limpa Anto juga membengkak, dan melihat bibirnya kering, tepi lidah merah dan bagian tengah bersalut putih, dokter mendapat kesan Anto tifus. Dokter baru menduga memperkirakan kalau Anto terserang tifus.

Setelah darahnya diperiksa untuk kepastian tifus, ternyata tes Widal dari darah Anto titer O-nya tinggi. Hampir pasti Anto tifus. Lalu ibu Anto bercerita kepada semua tetangga kalau dokter yang mendiagnosis Anto tifus itu dokter yang hebat dan dokter yang pertama bukan dokter bertangan dingin sebab kok tifus saja tidak tahu, malah diperiksa kemungkinan DBD. Arifkah sikap ibu Anto?

Secara medis, dokter pertama, sehebat apa pun dia, memang hanya bisa menyatakan sebatas itu. Siapa pun dokternya, menghadapi data penyakit seperti yang ditunjukkan badan Anto saat itu kemampuan medis memang hanya sampai sebegitu itu.

Pada saat perjalanan penyakit baru sampai di tingkat itu tidak seorang dokter saat itu bisa mendiagnosis kalau Anto positif tifus. Dengan hanya data itu pun pada saat itu tak ada dasar medis juga buat dokter boleh mendiagnosis DBD.

Tantangan Dokter

Seperti itulah nasib semua dokter, siapa pun dia, kalau pasien datang berobat saat penyakitnya masih belum muncul keluar sempurna. Perlu dipahami bahwa setiap penyakit itu punya sejarah perjalanannya sendiri-sendiri, tak ubahnya seperti proses matahari terbit. Mulanya cuma muncul temaram di cakrawala, baru kemudian berangsur muncul sedikit bulatan benderang, dan akhirnya tampak muncul penuh.

Pada saat matahari baru terbit temaram di cakrawala itulah setangan dingin apa pun dokter, tak mungkin mengatakan bahwa yang akan muncul itu matahari. Seperti halnya cuma dari ranting pohon belaka kita harus menerka apa jenis pohonnya.

Fakta kehidupan berpraktik, tentu dokter tidak boleh menolak pasien yang datang ketika penyakitnya masih baru. Misal, di plang praktik ditulis: dokter hanya mau menerima pasien yang sakitnya sudah parah betul.

Namun, itulah tantangan bagi setiap dokter, bahwa menjadi pelik kalau dokter lebih sering didatangi pasien saat gejala dan tanda-tanda penyakitnya masih di awal dan belum keluar semua.

Sementara pasien sendiri tidak mau tahu di kamar praktik menuntut apa diagnosisnya saat dokternya belum lagi menemukan dasar medis untuk bisa menegakkannya. Celakanya, semakin berpendidikan pasien, semakin dini pergi mencari dokter, sehingga semakin dungu saja kelihatannya dokter di hadapan pasiennya.

Sesungguhnya semakin tertunda pasien pergi berobat, baru pada saat gejala dan tanda penyakitnya sudah semakin nyata, apalagi bila sudah lengkap penuh (full blown) seperti bulatnya matahari pagi, semakin beruntung dokter karena setiap dokter tentu tahu, tak ragu, tak menduga, atau mengira-ngira, sehingga tak berisiko dianggap meleset mendiagnosis sebab pada posisi tak ubahnya sedang menebak jenis pohon yang sudah ada buah mangganya. Sebelum ada buahnya tak mudah menebak pohon mangga.

Ketika wajah penyakit belum menampakkan diri itulah agaknya peran naluri, ketajaman otak kanan, dan jam terbang dokter bisa ikut membedakan. Di sini letak perlunya punya dokter keluarga, yang bisa terus memonitor perkembangan penyakit pasien dari waktu ke waktu, selain dokternya sendiri sudah mengenal masing-masing yang menjadi pasien keluarganya.

Seni Diagnosis

Dalam dunia medis, di situlah memang letak perpaduan seni (art) dengan ilmu. Bahwa pada tahap penyakit masih di awal, opini medis setiap dokter boleh tidak sama. Itu sebab ada istilah diagnosis kerja (working diagnosis), hanya sebagai dasar pijakan saja apa yang perlu dilakukan dalam menatalaksana pasiennya.

Bahwa dalam hitungan jam, sesuai perjalanan penyakitnya, diagnosis kerja bisa berubah, hal yang wajar-wajar saja di lingkungan sejawat dokter. Yang tadinya belum ada bunyi abnormal di paru-paru, namun beberapa jam kemudian muncul bunyi patologis, sesuatu yang wajar terjadi, sehingga diagnosis memang bisa saja terus berubah-ubah, sampai suatu tahap tertentu ketika gejala dan tanda penyakitnya sudah muncul keluar sempurna, tercapailah apa yang disebut sebagai diagnosis pasti.

Merupakan kesalahan dokternya kalau pada tahapan penyakit sudah full blown, dokternya (masih) salah mendiagnosis.

Kembali ke soal tifus dengan DBD, yang sama tentu cuma demamnya. Tak ubahnya tikus dengan kelinci, yang sama cuma moncongnya, tapi berbeda kuping, bulu, dan ukurannya. Jadi kalau dokter baru melihat moncong penyakitnya, dugaannya bisa tikus, kelinci, marmot, mencit, belum berani bilang pasti tikus atau pasti kelinci. Baru apabila sudah kelihatan kuping, bulu, dan besarnya, dokter berani bilang tikus atau kelinci.

Untuk bisa kelihatan semua sosok penyakitnya tak selalu cukup hanya mengandalkan pemeriksaan di kamar praktik. Mungkin diperlukan juga pemeriksaan laboratorium, pencitraan, biopsi, atau rujukan ke yang lebih ahli.

Pada DBD Ada Nyeri Uluhati
Jelas ada beda antara tifus dengan DBD:
  • Demam DBD berlangsung sepanjang hari, tidak cuma sore dan malam seperti tifus. Pada demam tifus, nyeri kepala hebat dan biasanya bisa terjadi gangguan kesadaran (delirium atau meracau, mungkin menyebut-nyebut nama "Mbah" yang sudah meninggal sehingga dikita kemasukan roh jahat), pada DBD tidak meracau. Pada tifus tidak terjadi syok kalau belum komplikasi, pada DBD bisa dan sering syok.
  • Pada DBD spesifik ada nyeri uluhati yang bukan gejala maag (mual dan nyeri pada sepertiga atas antara pusar dengan uluhati). Pada tifus cuma tidak enak perut dan sembelit. Pada tifus, kemungkinan bibir kering, lidah bertepi merah dan tengahnya bersalut putih, pada DBD tidak ada tanda itu.
  • Pada tifus mungkin ada bintik merah (ruam kulit) tapi hanya di dada, dan itu bukan bintik perdarahan seperti DBD (yang bila ditekan bintik merahnya tidak memudar).
  • Tifus bisa terjadi sepanjang bulan, tidak musiman seperti DBD, tidak perlu kehadiran nyamuk, tapi sering berjangkit sehabis banjir dan pada orang yang makan-minumnya kurang bersih (sering jajan di pinggir jalan), sedangkan DBD tak pilih bulu mau kaya, miskin, jorok-tidak jorok, asal ada Aedes aegypti dan ada kasus DBD di tetangga, besar kemungkinan terjangkit DBD.
  • Tifus penyakit lumrah di Indonesia, dan tidak semematikan seperti DBD. Jika diobati dan pengobatannya tuntas, tifus umumnya sembuh. Hanya satu dari 20 kasus tifus menjadicarrier tifus, dan sebagian kecil saja dari yang tak diobati berkomplikasi usus bocor atau infeksi menjalar ke kandung empedu. Namun, DBD yang terlambat ditangani dengan tifus atau tranfusi, sering berakhir fatal.
  • Tifus mudah ditangani, tak perlu dirawat kalau masih di awal-awal dan belum komplikasi, tapi DBD sering tak terduga jika proses perdarahannya berlangsung di organ-organ dalaman, dan kondisi status reaksi hipersensitivitas tubuhnya hebat (Ingat DBD pada yang gizinya bagus lebih buruk reaksi DBD-nya dibanding yang kurang gizi), strain vrius-nya tergolong ganas, sehingga masuk sebagai kasus DBD berat, yang langsung syok atau komplikasi ke otak. Tifus biasanya tidak aneh-aneh seperti itu dan obatnya murah saja, tanpa selalu memerlukan perawatan kalau masih belum komplikasi.
  • Mencegah tifus cukup dengan makan-minum lebih bersih, membiasakan cuci tangan, dan batasi jajan buah dingin, makanan dingin, serta waspada terhadap es batu yang diproduksi pabrik, telur bebek, kura-kura, produk laut, semua jajanan yang dipegang tangan (food handling). Kiat melawan DBD cuma soal menyingkirkan jentik nyamuk dan nyamuk betina dewasa di wilayah sedang terjangkit, bukan lantaran jorok makan, jorok minum, atau doyan karedok.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kesehatan (50) Fisikologi Anak (37) Ibu dan Buah Hati (36) Rahasia Pria (33) Pasangan Hidup (31) Fisikologi (30) Anak (29) Agama (28) Tips dan Triks (28) Karyawan (25) Puasa Dan Lebaran (25) Ramuan Herbal (25) Kehamilan (23) Filosofi (21) Orang Tua (20) Penyakit (20) Rahasia Wanita (20) Beauty (19) Rahasia Tubuh (19) Produk (18) Suami Isteri (17) Tips and Trick (17) Health (16) Insomnia (16) Pendidikan (16) Pendidikan Anak (15) Rumah Tangga (15) Gaya Hidup (14) Lifestyle (14) Mitos dan Fakta (13) Tekhnologi Untuk Anak (13) Bahasa Tubuh (12) Budaya (12) Kasih Sayang (12) Kecerdasan Anak (12) Friendships (11) Kecantikan (11) No Smoking (11) Remaja (11) Diet (10) Kehidupan (10) Masalah Tidur Pada Anak (10) Autisme (9) Breast Bancer (9) Kesehatan Anak (9) Beauty Products (8) Makanan (8) Dating (7) Fashions (7) Kesehatan Wanita (7) Kesehatan Gigi (7) Moral (7) Beauty Recipes (6) Facebook (6) Hukum Islam (6) Kartu Kredit (6) Perawatan Rambut (6) Pernikahan (6) Perselingkuhan (6) Jewelry (5) Kesehatan Kulit (5) Pengobatan (5) Bayi Prematur (4) Breast Feeding (4) Fenomena (4) Keamanan (4) Products (4) Therapy (4) Wedding (4) Baby Gift (3) Baby games (3) Inner Beauty (3) Kejahatan (3) Multivitamin (3) Online Dating (3) Pendidikan Keluarga (3) Rezeki (3) Seluk Beluk Payudara (3) Seni Bercinta (3) Tekhnologi (3) Baby Names (2) Internet Marketing (2) Kanker Payudara (2) Kesehatan Telinga (2) Nasionalisme (2) Natural Beauty (2) Para Penguasa (2) Penyakit Jantung (2) Seksologi (2) Selebritis (2) Sleep (2) Teroris (2) Tontonan Anak (2) Alergi (1) Cancer (1) Demam Berdarah (1) Diabetes (1) Indonesia (1) Kenangan (1) Kesehatan Mata (1) Lung Cancer (1) Natural Product (1) Party (1) Penyakit Maag (1) SEO (1) Science (1) Seluk Beluk Ciuman (1) Seluk Beluk Vagina (1) Wa (1) m (1)